Sabtu, 23 Juli 2011

Nasib Awang Ditentukan Kamis

Sabtu, 23 Juli 2011 , 06:32:00 oleh : kaltimpost.co.id
Jika Tak Cukup Bukti, Kejagung Janji SP3

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan menghentikan penyidikan perkara (SP3) korupsi kepala daerah jika tak ada bukti cukup untuk menjeratnya sampai pengadilan. Penghentian penyidikan dimungkinkan dialami perkara korupsi divestasi 5 persen saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang menjerat Gubernur Kaltim Awang Faroek dan perkara korupsi Bupati Bulungan Budiman Arifin. 


Untuk memastikannya, Kamis (28/7), Kejagung meminta 10 Kejaksaan Tinggi (Kejati) menggelar ekspose. Mereka adalah Kejati yang meminta Kejagung untuk mengajukan izin pemeriksaan ke Presiden SBY.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik JAM Pidsus) Jasman Pandjaitan mengatakan, selain untuk mengetahui perkembangan penyidikan, ekspose bertujuan memetakan perkara mana yang layak diajukan ke Sekretariat Kabinet untuk kemudian dimintakan izin pemeriksaan tersangka ke Presiden. "Kalau tidak ada kerugian negara, kita tidak teruskan. Kita tanya mereka (kejati-kejati) mau diteruskan atau diapain kasusnya," kata Jasman, Jumat (22/7).

Bekas Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung ini, tak menyebut Kejati mana yang dipanggil. Tapi berdasar paparan Jaksa Agung Basrief Arief saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR RI pada Senin (18/7), diketahui ada 9 kepala daerah yang izin pemeriksaannya dikaji secara mendalam oleh Kejagung.

Mereka dibagi dalam tiga klasifikasi, yakni penyidikan kepala daerah yang belum jelas kerugian negaranya. Kepala daerah yang masuk klasifikasi ini adalah Muhtadin Serai (Bupati Ogan Komering Ulu), Bambang Bintoro (Bupati Batang), Budiman Arifin (Bupati Bulungan), Dudung Supardi (Wakil Bupati Purwakarta). Klasifikasi kedua adalah perkara yang memang belum diajukan izinnya ke Presiden. Ruhudman Harahap (Walikota Medan), Buhari Matta (Bupati Kolaka), dan Edison Seleleobaja (Bupati Kepulauan Mentawai), yang masuk klasifikasi jenis ini.

Terakhir adalah, perkara korupsi kepala daerah dimana terjadi pertentangan putusan karena ada satu atau beberapa terdakwanya dibebaskan pengadilan. Kasus seperti ini dialami Awang Faroek (Gubernur Kalimantan Timur), dan Rudi Arifin (Gubernur Kalimantan Selatan).

Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Sangatta beberapa waktu lalu membebaskan Direktur PT Kutai Timur Energi (KTE) Apidian Triwahyudi, sebaliknya Dirut KTE Anung Nugroho dinyatakan bersalah dan dihukum 5 tahun penjara. KTE adalah perusahaan swasta yang ditunjuk Pemkab Kutai Timur mengelola uang hasil penjualan saham KPC senilai Rp 576 miliar.

Tapi vonis terhadap Apidian Triwahyudi dan Anung Nugroho kembali mentah, karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim.

SUDAH SEHARUSNYA

Terpisah, pengacara Awang Faroek, Hamzah Dahlan menilai memang sudah seharusnya Kejagung mengekspose ulang perkara uang saham KPC. Terlebih dengan adanya putusan terhadap Anung dan Apidian, kejaksaan seharusnya bisa menilai apakah ada unsur perbuatan melawan hukum dari Awang.

"Sebenarnya tak layak jadi tersangka karena tak ada perbuatan melawan hukumnya," tegas Hamzah dihubungi lewat telepon.

Apalagi hal ini, lanjut Hamzah, ditegaskan kembali dalam amar putusan Anung bahwa yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam kasus KTE adalah Bupati Kutai Timur setelah Awang. Sedangkan soal kerugian negara yang sama nilainya dengan kasus KTE, tambah Hamzah, hingga kini masih diproses Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Namun dalam tingkat pertama (PTUN) majelis hakim sependapat bahwa telah terjadi kesalahan penghitungan. Kesalahan itu terkait data aset dan nilainya yang tidak di-cross check oleh kejaksaan sebelum diserahkan ke BPK sehingga nilai kerugiannya naik menjadi Rp 609 miliar.

Naiknya kerugian negara tersebut menjadi dasar Awang untuk mem-PTUN-kan BPK dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (kala itu) Muhammad Amari. "Biar saja apa adanya (diekspose ulang)," ucap Mantan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Balikpapan ini.

Sementara mengenai tudingan perkara kepala daerah menjadi ATM kejaksaan seperti disebutkan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, baik Hamzah maupun Jasman menolak berkomentar.(pra/ji)

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah membaca postingan ini, mohon meninggalkan komentar dipostingan ini.